:: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. ...." (Al-Baqarah(2) : 286) :: "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (Al-Baqarah(2) : 177) :: "Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah(2) : 268 :: ”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Al-Israa(17) : 36) :: "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula." (Az-Zalzalah(99) : 7,8)
::

Menilai Perbedaan Sebagai Rahmat




Oleh : Prof. Dr. KH. Ali Mustofa Ya’kub

Siapkan qalbu Anda :

  1. Dengan mengedepankan prasangka baik ulama-ulama tidak berani menuduh sembarangan orang lain pelaku bid’ah,
  2. Bid’ah itu ada 3, ada bid’ah dalam akidah, bid’ah dalam ibadah, dan bid’ah dalam muamalah,
  3. Dalam satu negara dan satu wilayah hukum keputusan ada pada pemerintah,
  4. Perbedaan-perbedaan yagn sifatnya personal dan tidak mengganggu stabilitas diserahkan pada masing-masing,
  5. Orang yang sering bersedekah tapi tidak pernah sembahyang tidak dinilai baik oleh Allah SWT. karena orang saleh itu baik kepada Allah SWT. dan kepada sesama manusia.

Bulan Ramadhan ini disebut bulan rahmat karena banyak dan penuhnya rahmat. Orang yang tidak biasa berjamaah, pada bulan Ramadhan biasanya berjamaah. Bulan kedamaian karena kita tidak boleh menerima provokator untuk berkelahi. Rasulullah SAW. Mengatakan: “Wa idza sa’a tamau ahadun fa al-yaqul inni shaim”; “Apabila dikecam, dicaci oleh seseorang maka orang puasa itu tidak usah melayani tapi cukup mengatakan saua sedang berpuasa”. Artinya bulan yang tidak menghendaki adanya perkelahian. Tetapi rahmat Allah SWT. Itu ketika sampai pada orang yang egois akan berubah menjadi laknat. Contoh ketika umat Islam menetapkan satu syawal, petunjuk Rasulullah SAW. Sangat jelas sekali: “Sumu li ru’yatihi wa aftiru li ru’yatihi; “Puasalah kamu karena melihat bulan sabit ramadhan, dan berlebaranlah karena melihat bulan sabit syawal. “Fa in humma ‘alaikum”; apaabila kamu terhalang; Fa akmilu iddata slasina yauman”; maka lengkapkanlah bulan sya’ban menjadi 30 hari atau bulan ramdhan menjadi 30”. Ini mudah sekali, mungkin anak SD saja paham. Kapan kamu berpuasa? Melihat bulan ramadhan. Kapan kamu lebaran? Melihat bulan sabit syawal. Kalau tidak dapat melihat lengkapkanlah 30 hari. Mudah sekali seperti itu.

        Tapi perkembangan selanjutnya muncul penafsiran-penafsiran, menurut pendapat tertentu yang dimaksud melihat bulan itu tafsiri artinya hilal itu sudah keluar dari orbitnya meskipun tidak dapat dilihat. Akhirnya dia mempunyai pandangan menurut perhitungan falak. Bulan sudah keluar mmeskipun tidak terlihat dan tidak dapat dirukyat. Maka kemudian akan terjadi dua madhzab, hisab dan rukyat. Seringkali di Indonesia terjadi perbedaan penetapan tanggal 1 Ramadhan dan 1 Syawal. Dapt ditanyakan ke berbagai negara lain, lebaran berbeda itu hanya terjadi di Indonesia. Saya 9 tahun tinggal di Saudi Arabia tidak pernah ada orang berbeda lebaran. Di Malaysia kalau lebaran berbeda dengan keputusan raja akan ditangkap polisi. Di Brunai akan dianggap sebagai subversi. Di Indonesia jangankan lebaran sekarang dan besok, dua hari sebelum lebaran sudah ada yang berlebaran. Seperti kemarin dua hari sebelum puasa sudah ada yang berpuasa, yang tarawih duluan. Itulah Indonesia, makanya semrawut terus.

        Suatu saat terjadi seorang keluarga ia berlebaran hari Ahad sedangkan mertuanya berlebaran hari Sabtu. Dia dengan istrinya bersepakat harus silaturahim ke mertua, “Meskipun kita masih berpuasa Ramadhan”. Datanglah dia dengan berpakaian bagus, salaman, selamat Idul Fithri, dan seterusnya. Ketika mau pamitan pulang mertuanya marah, “Kenapa buru-buru?, jangan-jangan kamu belum berlebaran hari ini, ayo makan dulu!” Akhirnya dia dan istrinya makan karena tidak mempunya hujjah lagi. Sebelum makan sudah dimarahi dulu, “Sejak kapan kamu tidak punya rasa takut pada orang tua?” Selesai makan kemudian berpamitan untuk pulang. Di jalan dia bertemu bapaknya yang berlebaran hari besok (Ahad). Bapaknya kaget, “Darimana kamu kok sudah berpakaian baru? Ini anak kamu sudah membawa kue segala? Kamu sudah makan ya? “Marah lagi bapaknya. Jadi lebaran yang semestinya itu kemesraan, keakraban hubungan silaturahim tambah erat, malah di sini dimarahi, di sana dimarahi. Gara-gara apa terjadi seperti itu? Egois.

        Kalau mau memakai petunjuk Al-Quran, “Ati Allah wa ati’ ar-rasul wa ulil amri minkum”. Kalau pemerintah sudah menetapkan hari Ahad, taatilah pemerintah. Tidak akan terjadi banyak masalah. Tapi karena faktor mengikuti yang egois, akhirnya terjadi seperti ini.

        Hal ini sering terjadi dan merupakan hal yang memprihatikan. Dalam kaitan dengan ini saya pernah menulis di salah satu majalah, Undang-Undang Hari Raya. Perlu ada undang-undang tentang itu, kalau tidak ada undang-undang pemerintah tidak akan bisa melarang. Di sini (Indonesia) kalau hanya keputusan menteri saja belum apa-apa, batu setelah menjadi undang-undang akan mempunyai hukum tetap. Siapa yang melawan pemerintah (dalam penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal), dapat ditangkap polisi. Ini satu contoh.

        Ada hadist yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW. pernah tarawih 20 rakaat plus 3 witir atau hadist yang mengatakan Rasulullah SAW. pernah tarawih 8 rakaat plus witir 3 rakaat. Ternyata hadist itu masuk kotak semuanya. Kalau bukan palsu maka semi palsu hadist itu, maka tidak bisa dipakai hadist itu.

        Contoh yang kedua, saya diundang ke salah satu masjid di Palembang. Kata pengurusnya, “Kami undang Bapak karena di sini ada jamaah yang mengancam imamnya”. “Hebat sekali jamaah itu, kata saya. Apa katanya, “Jamaah sayang mengatakan jika nanti imam shalat tarawih bulan Ramadhan melaksanakan dua rakaat-dua rakaat (dua rakaat kemudian salam) akan saya tarik kerah bajunya dan saya usir dia dari masjid ini.”1
 
1 Dia tidak tahu ada hadist yang mengatakan, “Shalat al-lail li matsna matsna wa idza hiftum al-fajr fa utiru bbi wahidatin”; “Shalat malam itu adalah dua rakaat-dua rakaat dan kalu kamu khawatir sudah masuk subuh witirlah dengan satu rakaat”.

 

        Luar biasa, padahal bulan Ramadhan yang katanya bulan silaturahim dan bulan keakraban, ternyata ada jamaah yang sampai mengancam imam. Saya terangkan bahwa shalat tarawih itu berdasarkan hadits yang shahih tidak ada batasan berapa rakaatnya. Rasul mengatakan, “Man qma ghufira lahu ma taqaddama min dzanbih”; “Siapa yang mejalankan qiyam Ramadhan (lazim disebut shalat tarawih) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala dari Allah, maka dosan-dosanya masa lalu akan diampuni oleh Allah”. Shalat tarawih adalah shalat malam hari setelah shalat isya sebelum subuh yang dilakukan hanya pada bulan Ramadhan.

        Ada hadist yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW. pernah tarasih 20 rakaat plus 3 witir atau hadist yang mengatakan Rasulullah SAW. pernah tarawih 8 rakaat plus witir 3 rakaat. Ternyata hadist itu masuk kotak semuanya. Kalau bukan palsu maka semi palsu hadist itu, maka tidak bisa dipakai hadist itu.

        Tentang 20 rakaat, memang para sahabat tarawihnya 20 rakaat itu hadistnya shahih. Tapi tidak menutup kemungkinan pada saat itu terdapat variasi-variasi shalat tarawih. Pada masa Imam Ahmad Bin Hambal (w 242 M) mencapai sampai 40 variasi shalat tarawih. Jadi perbedaan tarawih ini istilahnya perbedaan variatif, ikhtilaf tanawu. Mau memilih yang manapun dipersilahkan, boleh semuanya2. Tapi terkadang karena ketidaktahuan seseorang dan karena egoisme, menganggap ini yang paling benar yang lain salah. Karena tidak pernah belajar yang lain.
 
2 Seperti perbedaan dalam mengerjakan ibadah haji, mau memilih tamattu’, qiran, atau ifrad, bileh semuanya. Tamattu’ itu umrah dulu baru haji, Qiran itu bersama-sama umrah dan haji, dan Ifrad itu haji dulu baru umrah, itu dipersilahkan semuanya.

 

        Imam Syafi’i pernahmengatakan, “Adrafu ahalama hatta yusalluna at-tarawih ‘isrina rak’atan wa kana ahabbuha ilayya”; “Saya melihat orang-orang Makkah shalat tarawih 20 rakaat dan itu uang paling aku sukai.” “Paling aku sukai” itu artinya tarawih-tarawih yang di luar 20 rakaat juga disukai. Imam Ahmad ketika ditanya tentang 40 variasi shalat tarawih, “Mana yang lebih bagus?” Beliau tidak bisa memberikan koentar. Tetapi orang sekarang mengatakan, “Kalau tidak seperti saya bid’ah!” padahal mau tarawih berapa saja dipersilahkan, seratus rakaat juga sunnah itu, Nabi SAW. tidak pernah membatasi.

....

        Ada cerita lain tentang shalat tarawih itu. Sebetulnya shalat tarawih itu baru dipersoalkan orang pertama kali dalam Kitab Subul as-salam pada abad 13H. Selama zaman Nabi SAW. tidak pernah ada pertengkaran masalah tarawih dengan berjamaah dan tidak boleh dilaksanakan dengan angka yang paten. Jadi tidak boleh 8 rakaat terus-menerus atau 20 rakaat terus-menerus. Kemudian Al-Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfat al-Ahwadi pada abad 14 H mengatakan “Pendapat yang unggul bahwa shalat tarawih itu adalah 11 rakaat”. Lebih radikal adalah Al-abani, “Shalat tarawih di luar 11 rakaat sama dengan shalat Zhuhur 5 rakaat.” Tapi ini semua dibantah oleh para ulama. Di Makkah dan di Masjidil Haram sejak zaman Khalifah Umar sampai sekarang itu tetap 20 rakaat.

        Kadang-kadang orang-orang tertentu belajarnya secara doktrinal3. Dikarenakan hasratnya mengamalkan ayat, mereka mengatakan, “Amerika itu zalim, harus kita bunuh kafir itu!” Saya katakan, “Kalau orang lain harus dibunuh gara-gara bukan muslim, mengapa Nabi SAW. mempunyai salah satu mertua seorang Yahudi?"4 Kalau orang lain yang bukan Muslim itu harus dibunuh-seperti kata kaum teroris itu-, saya bertanya, “Kenapa Rasulullah SAW. tidak membunuh mertuanya?” Hal ini dikarenakan belajar yang tidak pernah konprehensif sehingga dapat menimbulkan anarkisme, radikalisme, atau terorisme.
 
3 Seperti kaum teroris sekarang, tidak pernah mengenal ayat-ayat lain, mengehtahuinya ayat perang saja. Padahal ayat perang itu harus diterapkan waktu perang. Tapi karena perang tidak datan-datang, ia terapkan waktu damai.
4 Istri Rasulullah SAW. yang ayahnya Yahudi sampai meninggal tetap dalam agama Yahudi yaitu Shafiyah. Bapaknya (mertua Nabi SAW.) bernama Huyay Bin Ahtaof al-Khurodi atau An-Nadziri. Bapaknya tetap Yahudi, tetapi Shafiyah masuk Islam.

 

        Begitu pula dalam mempelajari agama. Kalau pelajarannya doktrinal dan tidak pernah mengenal yang lain, yang dia tahu shalat tarawih itu hanya begini, sehingga kalau tidak begini bukan Islam atau membid’ahkan orang lain yaang berbeda.

        Ada seorang tamu dari Saudi Arabia. Saya ajak shalat Jum’at di kedutaan Malaysia. Setelah selesai shalat Jum’at, Imamnya yang menjadi khatib melaksanakan berdoa bersama-sama karena memang sudah tradisi. Ketika pulang naik mobil orang Saudi Arabia tersebut bercerita bahwa tadi itu bukan ajaran Islam. “Apa yang bukan ajaran agama Islam?”, kata saya. “Berdoa bersama setelah shalat Jum’at itu hanya bikinan ulama-ulama saja”, ucap dia. Di rumah saya tulis semua hadist tentang berdoa bersama setelah shalat Jum’at dan keesokan harinya saua serahkan kepada dia. Bahwa berdoa bersama setelah shalat itu, Nabi SAW. pernah ditanya, “Doa mana yang paling didengar oleh Allah WST.?” Rasulullah SAW. menjawab, “doa yang dipanjatkan pada malam hari dan doa yang dipanjatkan setelah shalat fardhu.” Ini bisa dilakukan sendirian atau bersama-sama. Dalil berdoa bersama-sama riwayat Imam Hakim (hadist shahih) saya tulis lagi, “Tidak ada sekelompok orang berkumpul yang satu berdoa yang lain mengamini kecuali Allah akan mengabulkan doa mereka.” Akhirnya dia berkata, “Terima kasih Ya Ali, anda telah memberi tahu pada saya.”

        Jadi, ternyata yang namanya bid’ah itu apa? Apa uang dia tidak tahu namanya bid’ah. Makanya jangan mudah mengatakan ini bid’ah, jangan-jangan nanti yang menuduh orang lain bid’ah seperti kata Rasulullah SAW., “Siapa yang menuduh saudaranya sesama Muslim sebagai kafir, kalau yang dituduh bukan kafir, maka yang menuduh akan menjadi kafir.” Kalau yang kita tuduh bukan pelaku bid’ah, secara otomatis kita yang menjadi pelaku bid’ah. Makanya dengan mengedepankan prasangka baik, ulama-ulama tidak berani menuduh sembarangan orang lain bid’ah. “Jangan-jangan dia punya dalil yang saya tidak tahu.”

        Ada orang yang mengatakan terhadap amalan yang dilaksanakan kaum Muslim, seperti membalikan telapak tangan ketika berdoa adalah bid’ah5. Saya tanya, “Sudah berapa kitab hadist yang kamu baca?” “Sudah Pak, Bulughul Maram.” Saya katakan, “Kalau kamu sudah baca 100 ribu hadist kemudian mengatakan bid’ah akan saya terima.”
 
5 Hadist riwayat Imam Ahmad dari Abu Hurairah mengtakan, “Anna Rasulullah SAW., idza sa-ala, sa-ala bibatni kaffaihi wa idza ista-adza, sa-ala bi dzhhiri kaffaihi”; “Rasulullah SAW. kalau minta kepada Allah SWT. Minta dengan telapak tangan, apabila minta perlindungan dengan luarnya telapak tangan.”

 

        Ada lagi orang mengatakan. “Orang itu pelaku bid’ah karena melaksanakan amalan yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW.” Saya jawab, “Kalau ibadah yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW. itu bid’ah, maka shalat tahiyyatul masjid itu bid’ah.”

        Kenapa Rasulullah SAW. tidak pernah shalat tahiyyatul masjid?6 Karena Rasulullah SAW. ketika masuk masjid langsung jadi imam. Disunahkan untuk shalat tahiyyatul masjid itu adalah orang yang masuk masjid mau duduk. Kalau langsung jadi imam tidak perlu lagi shalat tahiyyatul masjid. Kalau yang namanya ibadah dan tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW. itu bid’ah, shalat tahiyyatul masjid itu jelas bid’ah.
 
6Saya pernah disuruh ngaji di Serang di hadapan ulama se-Propinsi Banten. Saya katakan, “Kalau ibadah yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW. itu bid’ah, maka shalat tahiyyatul masjid itu adalah bid’ah.” Akhirnya ada ulama yang berkata, “Ada hadist yang mengatakan: Siapa yang masuk masjid jangan duduk dulu sebelum shalat dua rakaat. Apakah itu bukan shalat tahiyyatul masjid?” Saya katakan, “Itu bukan perkerjaan Rasulullah SAW., itu hanya perkataan Rasulullah SAW.”.

 

        Kalau yang disebut bid’ah itu adalah apa yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW., maka umrah Ramadhan juga bid’ah, karena Rasulullah SAW. tidak pernah umrah pada bulan Ramadhan. Mengumandngkan adzan di speaker itu juga bid’ah, Nabi SAW. tidak pernah mengumandangkan adzan. Nabi SAW. hanya pernah adzan di telingan Sayyidina Hasan, itupun bisik-bisik.

        Kita mengeluarkan zakat fithri7 dengan beras, karena berbentuk uang pun harus dinilai dengan beras dulu. Pernahkah Rasulullah SAW. mengeluarkan zakat fithri dengan beras? Bearti zakat fithri kita bid’ah. Kita harus dengan gandum kalau mau tidak bid’ah.
 
7Rasulullah SAW. mengatakan, “Zakat al-fithri tu’matun li al-masakin wa thuhratunli ash-shaimin”; “Zakat fithri adalah makanan bagi orang-orang miskin dan pembersih dosa-dosa bagi orang yang berpuasa.” Melihat redaksi hadist di atas, yang relevan adalah zakat fithri bukan zakat fithrah. Fithtrah itu sifat manusia ketika awal mula diciptakan. Sedangkan Fithri itu artinya makan, bukan suci. Zakat fithri adalah zakat makanan untuk fakir miskin. Makanya zakat fithri itu harusnya berbentu konsumtif. Rasulullah SAW. mengatakan, “Al-fitru yauma yuftiru an-nas.” Disebut hari Idul Fithri karena pada hari itu semua orang makan, atau hari raya makan. Tidak ada dan diharamkan orang berpuasa pada hari raya. Rasulullah SAW. berkata, “Wa al-adh-ha yauma yudhahi an-nas.” Disebut idul kurban karena pada hari itu semua manusia banyak yang berkurban.

 

....

        Bid’ah itu ada 3, ada bid’ah dalam akidah, bid’ah dalam ibadah, dan bid’ah dalam muamalah (kehidupan sehari-hari). Pertama, bid’ah dalam akidah adalah keyakinan-keyakinan yang berlawanan dengan Al-Quran dan Al-Hadist. Seperti keyakinan orang-orang Muktazilah yang mengatakan bahwa orang Mukmin yang punya dosa besar, dia tidak akan masuk surga dan tidak akan masuk neraka. Masuk di tempat antara surga dan neraka. Tempat antara surga dan neraka itu tidak ada dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Itu justru ada dalam ajaran Kristen namanya Linbau.

        Kedua, bid’ah dalam ibadah adalah semua ibadah yang tidak ada dalilnya dalam agama. Shalat Zhuhur 6 rakaat, itu bid’ah. Mengeluarkan zakat fithri dengan beras itu ada dalilnya, yakni diqiyaskan pada gandum. Qiyas itu dalil, makanya tidak bid’ah. Umrah Ramadhan Nabi SAW. tidak mengerjakan, Nabi SAW. hanya mengatakan-meskipun ini masalah kasus-kepada seorang sahabat perempuan, namanya Ummu Sinan al-Ansoriyah yang mempunyai kemampuan untuk berhaji tetapi selalu tidak mempunyai kesempatan. Kemudian Ummu Sinan mengadukan hal ini kepada Rasulullah SAW., oleh Rasulullah SAW. disuruh umrah pada bulan Ramadhan. Tarawih dua puluh rakaat bukan bid’ah karena ada dalilnya yakni Ijma para sahabat. Kesepakan para shabat, dan sahabat adalah orang yang paling tahu shalat Rasulullah SAW. namun demikian pata ulama mengatakan shalat tarawih yang tidak dua puluh rakaat tetap dibolehkan. Jadi, ibadah-ibadah yang tidak ada dalilnya dalam agama itu yang namanya bid’ah dalam ibadah. Dalil itu Al-quran, Hadits, Qiyas dan masih banyak lagi.

        Ketiga, bid’ah dalam muamalah. Pada prinsipnya apa saja dibolehkan sepanjang tidak ada larangan dalam agama. Mari kita simak contoh kasus-kasus berikut ini. Di Sidoarjo ada orang yang tidak mau shalat Idul Fithri di masjid dan tidak mau beralas tikar atau apapun yang menjadi alas, dia langsung di lapangan dan langsung ke tanah. Alasannya Rasulullah SAW. dulu shalat Ied tidak pakai tikar. Padahal zaman nabi tikar itu dipakai. Kalau itu diterapkan, nanti pergi haji ke Makkah naik unta atau naik pesawat?

        Adalagi yang beranggapan kalau tidak berjenggot itu bid’ah. Rasulullah SAW. mengatakan ,”Berbedalah kamu dari orang-orang musyrikin. Biarkan jenggot kamu dan tipiskan kumis kamu.” Pada waktu itu orang-irang musyrikin kumisnya dipelihara jenggotnya dipotong. Tapi kemudian yang menjadi pegangan malah secara tekstual seperti ini. Sampai sekarang berbeda dari musrikin itu hanya pada jenggot harus dipelihara dan kumis harus dicukur. Padahal sekarang orang musyrik sekarang jenggotnya banyak yang dipelihara seperti Karl Marx, Fidel Castro, dan lainnya. Sampai ada yang mengatakan orang yang tidak berjenggot telah bermaksiat kepada Allah SWT. dan kalau tidak berjenggot bukan kelompok saya. Inilah cara-cara belajar uang tidak komprehensif, sepotong-sepotong, kemudian deipegang secara fanatisme, egois, dan yang tidak seperti itu dianggap kafir! Astaghfirullah

....

        Kembali soal rukyat, menurut guru kami Syaikh Bin Bas dalam satu fatwanya yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, dicuplik dari masalah yang berkaitan dengan Ramadhan bukunya berjudul Dialog Ramadhan Bersama Syaikh Bin Bas. Beliau mengtakan, “Orang yang memulai berpuasa atau lebaran tidak menggunakan rukyat, itu bearti dia telah menjalankan agama tidak berdasarkan petunjuk Rasulullah SAW., dalam bahasa lainnya itulah bid’ah. Bagaimana mungkin ada yang berpuasa mulainya jam 10 pagi? Seperti orang Indonesia berasal dari Ambon tinggal di Belanda, waktu musim panas di Belanda siangnya panjang, dia puasa itu mengikuti waktu Ambon. Itu namanya beribadah tidak mengikuti tuntunan Rasulullah SAW., itu bid’ah, tidak mengerti dalil.

        Puasa sama dengan shalat yakni sebuah ibadah yang berkaitan dengan waktu. Waktu itu berbeda di setiap tempat. Ada sebuah hadist yang kemudian terkenal disebut hadist Quraid. Quraid itu mantan sahaya yang dimerdekakan oleh sahabat Abdullah Bin Abbas ra. Pada waktu pemerintahan Muawiyah, Quraid diutus ke negeri Syam (sekarang Syria) yakni ke Damaskus. Orang di Madinah mulai puasa hari Sabtu sedangkan orang di Damskus mulai puasa hari Jum’at karena mereka melihat hilal pada hari jum’at. Orang di Madinah tidak melihat bulan, maka melengkapkannya menjadi 30 hari. Menjelang lebaran Quraid pulang ke Madinah, bercerita kepada Ibnu Abbas, “Bagaimana hari raya kita, bolehkan hari raya kita mengikuti rukyatnya orang Damaskus?” Kata Ibnu Abbas, “Tidak boleh dan itulah perintah Rasulullah SAW. Orang Damaskus itu harus berpuasa berdasarkan rukyat mereka dan orang Madinah harus berpuasa berdasarkan rukyatnya orang Madinah.”

        Kalau dalam satu negara dan satu wilayah hukum, keputusan ada pada pemerintahan. Kalau perbedaan-perbedaan yang sifatnya personal dan tidak mengganggu stabilitas itu diserahkan pad masing-masing. Tapi kalau mengganggu kepentingan umum, seperti Idul Fithri harus diputuskan oleh negara. Dari perbedaan-perbedaan itu pemerintah harus ambil satu saja. Kalau pemerintah sudah menetapkan maka rakyat berdasarkan Al-Quran wajib mematuhi. Untuk Indonesia sebenarnya tidak ada perbedaan kalau kita mau taat kepada Al-Quran, apalagi MUI pada 16 Desember 2003 telah mengeluarkan keputusan, setelah mengumpulkan seluruh ulama Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia plus perwakilan organisasi Islam tingkat nasional, perwakilan perguruan tinggi dan pesantren-pesantren. Pertama, yang berhak menerapkan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah untuk NKRI adalam Menteri Agama Republik Indonesia. Kedua, ummat Islam Indonesia wajib mentaati Keputusan Menteri Agama dalam masalah di atas. Dasarnya Al-Quran (atiu Allah wa atiu ar-Rasul) dan menjaga persatuan ummat itu wajib hukumnya daripada menonjolkan pendapatnya sendiri (Wa i’tasimu bi habli Allah jamia’ wa la tafarraqu).

....

        Kembali ke sial bid’ah, “Apakah Islam Liberal itu bid’ah? Liberalisme agama itu bid’ah dan haram. Bid’ah karena ajaran-ajaran liberalisme yang berkaitan dengan aqidah berlawanan dengan Al-Quran dan Hadits, terutama apa yang lazim dikenal dengan istilas pluralisme agama. MUI sudah mengharamkan pada tahun 2005. Akibat mengharamkan pluralisme agama MUI di bilang konyol. Kalau MUI dibilang konyol itu belum apa-apa, Nabi SAW. saja dikajakan majnun, gila. Penentu baik dan tidak bgaik itu terakhit itu Allah SWT. munkinkah ada orang tidak beragama kemudian dinilai baik oleh Allah SWT.? dinilai baikkah orang yang sering memberi uang kepada orang miskin tapi tidak pernah sembahyang? Tidak mungkin, makanya orang saleh itu orang yang baik kepada Allah SWT. dan baik kepada sesama manusia.

        Liberisme dalam hal aqidah mereka mengatakan semua pemeluk agama sama-sama akan masuk surga. Mereka mengatakan surga itu ibarat hotel, kamar ini untuk orang Islam, itu untuk orang Yahudi, Kristen, Konghucu dsb. Padahal kata Rasulullah SAW., sekecil-kecil kapling surga itu sebesar dunia ini plus sepuluh kali lipat. Jadi yang kapling surga yang paling miskin itu luasnya 11 kali dunia ini. Menurut mereka, semua pemeluk agama akan masuk surga. Mereka menggunakan ayat Al-Quran, “Inna al-ladzina amanu wa al-ladzina hadu, wa an-nashara wa ash-shabi’in man amana bi Allah wa al-yaum al-akhir wa ‘amila ash-shalihan wa la khaufun ‘alaihim wa lahum yahzanun” ; “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nashrani, orang-orang Shabiin. Siapa diantara mereka beriman kepada Allah, kepada hari kiamat dan beramal shaleh. Mereka semua masuk surga” (QS Al-Baqarah:62).

        Ayat ini mereka tafsirkan syaratnya masuk surga ada 3, yaitu beriman kepada Allah SWT., kepada hari kiamat, dan beramal saleh. Beriman kepada Nabi Muhammad SAW., tidak diperlukan, maka dia akan masuk surga, itulah penafsiran mereka. Orang yang paling tahu tentang kandungan Al-Quran adalah Nabi Muhammad SAW. kalau ayat itu maksudnya bahwa semua agama adalah benar, bahwa semua pemeluk agama itu akan masuk surga, Rasulullah SAW. akan ganti-ganti agama. Ternyata Rasulullah SAW. berdakwah. Kaisar Heracilius yang beragama Nasrani dikirimi surat oleh Rasulllah SAW. yang berisi, aslim, taslam, masuklah Islam wahai Heracilius kamu akan selamat. Raja Koptik, Raja Mesir beragama Nasrani, Negos atau Najasi raja Abisinia beragama Nasrani, dan raja Persia, semuanya dikirimi surat agar masuk Islam.

        Kalau ada orang yang berkampanye liberalisme agama, tanyakan saja, “Anda Muslim atau bukan? Kalau anda Muslim, tolong buktikan ucapan anda kalau semua agama itu benar. Minggu depan anda masuk pada agama Yahudi, minggu depannya lagi Konghucu, dan seterusnya. Kalau itu anda lakukan baru anda jujur, kalau tidak anda bohong belaka.” Bahkan Rasulullah SAW. mengatakan dalam hadits riwayat Muslim, “Wa al-ladzi nafsun muhammadin bi yadih la yasma’u bi ahadun min hadzihi al-ummah yahudiyyun au hasroniyyun tsumma yamutu wa la yu’min bi ma ursiltu bi hi illa kana min ash-sh-habil jahim.” ; “Demi dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun Yahudi atau Nasrani yang mendengar tentang diri saya dari ummat Islam, kemudian dia mati dan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa melainkan mereka akan menjadi penghuni neraka.”

        Kalau masih ragu ada dua cara, pertama mau bersabar menunggu kita masing-masing akan mati, siapa yang benar siapa yang salah terbukti di akhirat. Kedua, boleh kita sumpah mubahalah atau perang sumpah. 1). “Saya bersumpah bahwa ajaran Islam mengatakan, Selain ajaran Islam adalah batil, kalau keyakinan saya ini salah, Allah SWT. supaya segera menghancurkan saya.” 2). “Saya bersumpah bahwa ajaran yang mengatakan bahwa ajarang semua agama itu benar itu adalah benar, kalau pendapat saya ini salah, semoga Allah SWT. menghancurkan saya.”

        Al-Quran mengatakan, “Inna ad-din ‘inda Allah al-Islam”, “Agama yang diridhai Allah adalah Islam”. Islam itu perngertiannya adalah agama yang dibawa sejak Nabi Adam AS. Sampai Nabi Muhammmad SAW., hanya menyembah Allah SWT. Nabi Isa AS., Nabi Musa AS., dan nabi-nabi lainnya tidak pernah mengajarkan ummatnya untuk menyembah selain Allah SWT..

....

Kembali ke atas....

Indonesia Beriman